PENGENDALIAN
CENDAWAN Phytophthora infestans L TERHADAP PENYAKIT LODOH (LATE BLIGHT) PADA
DAUN KENTANG (Solanum tuberosum L) DENGAN MEMBAKAR LODOH
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Kentang
(Solanum tuberosum L) merupakan sumber utama karbohidrat, sehingga menjadi
komoditi penting. PT. NATURAL NUSANTARA berupaya meningkatkan produksi kentang
nasional secara kuantitas, kualitas dan tetap berdasarkan kelestarian
lingkungan (Aspek 3K).
Organisme
Penganggu Tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia
baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu
tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu : hama, penyakit dan
gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh
serangga, tungau, vertebrata, moluska. Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan
fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus,
viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi.
Perkembangan
hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Sehingga tidak
heran kalau pada musim hujan dunia pertanian banyak disibukkan oleh masalah
penyakit tanaman seperti antraknosa cabai, busuk daun pada kentang dan penyakit
kresek dan lain sebagainya. Sementara itu pada musim kemarau banyak masalah yang
disebabkan oleh hama penggerek batang padi, hama belalang kembara, serta thrips
pada cabai.
B. PERUMUSAN MASALAH
a. Apakah obat yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit lodoh pada
tanaman kentang?
b. Apakah dengan melakukan pembakaran pada tanaman kentang yang terkena
busuk akan berakhir ?
C.
TUJUAN PERMASALAHAN
Adapun tujuan
dari masalah ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab penyakit busuk pada
tanaman kentang serta bagaimana cara mengatasinya.
D. TINJAUAN PUSTAKA
1. TANAMAN
KENTANG
Kentang (Solanum
tuberosum L.) adalah tanaman dari suku Solanaceae
yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan
disebut "kentang" pula. Umbi kentang sekarang telah menjadi salah
satu makanan pokok penting di Eropa walaupun pada awalnya didatangkan dari Amerika
Selatan.
Penjelajah Spanyol dan Portugis pertama kali membawa ke Eropa dan
mengembangbiakkan tanaman ini pada abad XVI. Dengan cepat menu baru ini
tersebar di seluruh bagian Eropa. Dalam sejarah migrasi orang Eropa ke Amerika,
tanaman ini pernah menjadi pemicu utama perpindahan bangsa Irlandia ke Amerika
pada abad ke-19, di kala terjadi wabah penyakit umbi di daratan Irlandia yang
diakibatkan oleh jenis jamur yang disebut ergot.
Klasifikasi
ilmiah
Kingdom :
|
Plantae
|
Divisio :
|
Magnoliophyta
|
Kelas :
|
Magnoliopsida
|
Ordo :
|
Solanales
|
Famili :
|
Solanaceae
|
Genus :
|
Solanum
|
Spesies :
|
S. tuberosum
|
Nama binomial Solanum tuberosum
2. SYARAT
PERTUMBUHAN
1) Iklim
Curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun,
lama penyinaran 9-10 jam/hari, suhu optimal 18-21 °C,kelembaban 80-90% dan ketinggian
antara 1.000-3.000 m dpl.
2) Media Tanam
Struktur remah, gembur, banyak
mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam
dan pH antara 5,8-7,0.
3. PEDOMAN
TEKNIS BUDIDAYA
1) Pembibitan
·
Umbi bibit berasal dari umbi produksi
berbobot 30-50 gram, umur 150-180 hari, tidak cacat, dan varitas unggul. Pilih
umbi berukuran sedang, memiliki 3-5 mata tunas dan hanya sampai generasi keempat
saja. Setelah tunas + 2 cm, siap ditanam.
·
Bila bibit membeli (usahakan bibit yang bersertifikat),
berat antara 30-45 gram dengan 3-5 mata tunas.Penanaman dapat dilakukan
tanpa/dengan pembelahan.Pemotongan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut
mata tunas yang ada. Sebelum tanam umbi direndam dulu menggunakan POC NASA
selama 1-3 jam (2-4 cc/lt air).
2) Pengolahan Media Tanam
Lahan dibajak sedalam 30-40 cm dan
biarkan selama 2 minggu sebelum dibuat bedengan dengan lebar 70 cm (1 jalur
tanaman)/140 cm (2 jalur tanaman), tinggi 30 cm dan buat saluran pembuangan air
sedalam 50 cm dan lebar 50 cm.Natural Glio yang sudah terlebih dahulu
dikembangbiakkan dalam pupuk kandang + 1 minggu, ditebarkan merata pada
bedengan (dosis : 1-2 kemasan Natural Glio dicampur 50-100 kg pupuk
kandang/1000m2).
3)
TeknikPenanaman
a. Pemupukan Dasar
a) Pupuk anorganik berupa
urea (200 kg/ha), SP 36 (200 kg/ha), dan KCl (75 kg/ha).
b) Siramkan pupuk POC NASA yang telah dicampur air
secukupnya secara meratadi atas bedengan, dosis 1-2 botol/ 1000 m². Hasil akan
lebih bagus jika menggunakan SUPER NASA dengan cara :alternatif 1 : 1 botol
Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian
setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.alternatif
2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan Super Nasa untuk
menyiram 10 meter bedengan.Penyiraman POC NASA / SUPER NASA dilakukan sebelum
pemberian pupuk kandang.
c) Berikan pupuk
kandang 5-6 ton/ha (dicamur pada tanah bedengan atau diberikan pada lubang tanam)
satu minggu sebelum tanam.
b.
Cara Penanaman
Jarak tanaman tergantung varietas, 80 cm
x 40 cm atau 70 x 30 cm dengan kebutuhan bibit + 1.300-1.700 kg/ha (bobot umbi
30-45 gr). Waktu tanam diakhir musim hujan (April-Juni).
4)
Pemeliharaan Tanaman
1) Penyulaman
Penyulaman untuk mengganti tanaman yang
tidak tumbuh/tumbuhnya jelek dilakukan 15 hari semenjak tumbuh.
2) Penyiangan
Penyiangan
dilakukan minimal dua kali selama masa penanaman 2-3 hari sebelum/bersamaan dengan
pemupukan susulan dan penggemburan.
3) Pemangkasan Bunga
4) Pada
varietas kentang yang berbunga sebaiknya dipangkas untuk mencegah terganggunya proses
pembentukan umbi, karena terjadi perebutan unsur hara.
Pemupukan Susulan
Pemupukan Susulan
4. GEJALA PENYAKIT
a. Pada
organ tanaman
1. Daun
Gejala pada tingkat awal timbul bercak nekrotik pada bagian tepi dan
ujung daun dan berupa bercak abu-abu berukuran besar dengan bagian tengahnya
yang agak gelap dan sedikit basah. Di sisi bawah daun terdapat spora berwarna
putih sepeti beludru. Gejala pada daun tanaman umumnya muncul setelah tanaman
berumur lebih dari satu bulan. Hal ini terjadi pada varietas rentan dan
kelembaban cukup tinggi pada suhu yang tidak terlalu rendah. Gejala pada
tingkat lanjut muncul bercak-bercak nekrotik yang berkembang keseluruh daun
tanaman yang menyebabkan tanaman mati.
2. Umbi
Umbi terjadi bercak yang agak mengendap, berwarna cokelat atau hitam
ungu, yang masuk sampai 3-6 mm ke dalam umbi. Bagian yang busuk kering tadi
dapat terbatas sebagai bercak-bercak kecil, tetapi dapat juga meliputi suatu
bagian yang luas pada satu umbi. Gejala ini dapat tampak pada waktu umbi di
gali,tetapi sering tampak lebih jelas setelah umbi disimpan.
3. Batang
Bercak berkembang pada tangkai daun (petiole) dan batang yang mengembang
dengan bentuk memanjang. Batang yang berkembang akan regas dan mati yang
akhirnya bagian tanaman diatas bercak akan mati.
4. Akar
Gejala pada leher akar dan akar berupa busuk berwarna
hitam.Jika keadaan membantu perkembangan penyakit, karena pengaruh phytopthora
yang dibantu oleh jasad-jasad sekunder (bakteri atau jamur lain), umbi menjadi
busuk basah. Pembusukan ini berkembang dengan cepat, sehingga umbi busuk sama
sekali sebelum digali.
Gambar 1. Serangan
Phytophthora Infestan pada daun kentang
Pembentukan penyakit busuk daun ini bervariasi sesuai kondisi lingkungan.
Kelembaban relative, suhu, intensitas cahaya, dan pemeliharaan kentang itu
sendiri akan mempengaruhi gejala yang timbul. Daun yang sakit terlihat berbecak
– bercak pada ujung dan tepi daunnya dan dapat meluas ke bawah serta mematikan
seluruh daun dalam waktu 1 sampai 4 hari, hal ini terjadi jika udara lembab.
Bila udara kering jumlah daun yang terserang terbatas, bercak – bercak tetap kecil
dan jadi kering dan tidak menular ke daun lainnya.
Di lingkungan tropis, tanaman kentang akan terus berkembang, sehingga
udara umumnya inokulum memulai awal terjadinya penyakit pada lahan baru. Di
daerah dataran rendah, tanah atau sisa-sisa tanaman diperkirakan menjadi tempat
yang sesuai bagi pathogen antara musim. Jamur juga akan bertahan hidup dalam
umbi yang terinfeksi tetap di tanah dari musim sebelumnya. Benih juga bisa
terinfeksi dan menjadi tempat hidup pathogen.
Ketika tunas baru dihasilkan dari benih atau umbi tua yang terinfeksi,
jamur tersebut akan menginfeksi tunas baru tersebut, kemudian sporulates dari
pertumbuhan baru ini serta sporangia akan tersebar di udara atau di air.
b. Siklus
penyakit busuk daun
Patogen dapat tersebar sampai ke batang dengan sangat cepat dalam
jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya,
miselium tumbuh diantara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan
vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai ke permukaan tanah. Ketika
mesilium mencapai udara disekitar bagian tanaman miselium memproduksi
sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar melalui
daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel-sel dimana
miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas sampai ke
bagian yang sehat.
Beberapa hari setelah infeksi baru, sporangiospor timbul dari stomata dan
memproduksi banyak sporangia yang dapat menginfeksi tanaman baru. Selama musin
hujan, sporangia terbawa sampai ke tanah. Umbi dekat permukaan tanah dapat
terserang zoospore yang bertunas dan berpenetrasi pada umbi menembus lenti sel
atau melalui luka alami atau luka akibat serangga dan alat pertanian. Cendawan
Phytophthora infestans dapat mempertahankan diri dari musim kemusim dalam
umbi-umbi yang sakit, jika umbi yang sakit ditanam, cendawan ini dapat naik ke
tunas muda yang baru saja tumbuh dan membentuk banyak konidium atau sporangium.
Demikian pula umbi-umbi sakit yang dibuang, dalam keadaan yang cocok
dapat bertunas dan menyebarkan konidium. Karena cendawan ini dapat membentuk
oospora, maka cendawan dapat mempertahankan diri dalam bentuk ini juga, dan
konidium dapat dipencarkan oleh angin dari sumber infeksi ke tanaman lain.
Daur hidup dimulai saat sporangium terbawa oleh angin. Jika jatuh pada
setetes air pada tanaman yang rentan, sporangium akan mengeluarkan spora
kembara (zoospora), yang seterusnya membentuk pembuluh kecambah yang mengadakan
infeksi (Rumahlewang, 2008). Ini terjadi ketika berada dalam kondisi basah dan
dingin yang disebut dengan perkecambahan tidak langsung. Spora ini akan
berenang sampai menemukan tempat inangnya.
Ketika keadaan lebih panas, P. infestan akan menginfeksi tanaman dengan
perkecambahan langsung, yaitu germ tube yang terbentuk dari sporangium akan
menembus jaringan inang yang akan membiarkan parasit tersebut untuk memperoleh
nutrient dari tubuh inangnya.
Gambar 2. Daur
Hidup Phytophthora Infestan
c. Faktor-faktor
yang mempengaruhi penyakit
Pembentukan dan perkecambahan konidium Ph. Infestans
sangat dipengaruhi oleh kelembapan dan suhu terutama kelembapan. Pada udara
yang kering konidium sudah mati dalam waktu 1-2 jam, sedang pada kelembapan
50-80% dalam waktu 3-6 jam. Pada suhu 10-250 C, kalau ada air, konidium
membentuk spora kembara dalam waktu ½-2 jam
Perkembangann bercak pada daun paling cepat terjadi pada
suhu 16-240 C (lihat Salzsmann, 1950). Di dataran tinggi di Jawa busuk daun
terutama berkembang hebat pada musim hujan yang dingin, antara bulan Desember
dan Februari. Keadaan lingkungan di Indonesia sangat membantu perkembangan
penyakit busuk daun kentang. Desiree, suatu varietas kentang yang di Eropa
mempunyai ketahanan yang cukup terhadap beberapa ras Ph. Infestans (race
non-specific), ternyata di Indonesia menjadi rentan (Mooi et al., 1980).
Menurut Suhardi (1983) terdapat korelasi yang positif
anatara intesitas penyakit dan curah hujan. Di Segunung, Cipanas, kentang yang
ditanam bulan Oktober-Februari mendapat serangan berat dari Ph. Infestans,
sehingga sering fungisida tidak tampak pengaruhnya. Pada bulan-bulan kering,
Mei-Agustus, hanya sedikit spora yang tertangkap oleh alat penangkap spora.
d. Keragaman
genetik Phytophthora infestans
Status dan bentuk alat reproduksi dari Phytophthora
infestans menjadi topik kontroversi setelah Worthington Smith (1875) menyatakan
bahwa jaringan kentang yang terinfeksi oosporanya ditemukan di Inggris. Pada
tahun 1876, de Bary mula-mula menyatakan bahwa oospora yang ada pada jaringan
kentang yang sakit adalah kontaminan Pythium vexans, tetapi 15 tahun kemudian
ia menyatakan bahwa oospora dapat dijumpai pada jaringan kentang yang
terinfeksi Phytophthora infestans.
Selanjutnya, pada tahun 1956 de Bary membandingkan
(pairing) isolat-isolatnya dengan isolat Phytophthora infestans yang berasal
dari lembah dataran tinggi Toluka di Meksiko Tengah dan diperoleh ba-nyak
sekali oospora (Niederhauser, 1956; Smoot et al., 1958). Biasanya mating type
A1 membentuk banyak sporangia dan sporangiofora, sedangkan mating type A2 hanya
membentuk agregat hifa saja. Sejak saat itu, telah dinyatakan bahwa selain
isolat Phytophthora infestans dari Meksiko, isolat dari USA, Kanada, Eropa
Barat, Afrika Selatan, dan India Barat tidak mem-punyai alat reproduksi
seksual. Sampai tahun 1984, peneliti pada umumnya percaya bahwa mating type A2
hanya terdapat di Meksiko, sehingga menimbulkan pertanyaan.
Penelitian untuk mengidentifi-kasi populasi Phytophthora
infestans menggunakan teknik genetika molekuler berdasarkan olimorfisme
isoenzim diawali oleh Tooley et al. (1985). Setelah itu, banyak peneliti yang
mempelajari ciri-ciri populasi Phytophthora infestans baik secara fenotipik
maupun secara genotipik dengan menggunakan berbagai macam penanda, seperti
mating type, allo-enzyme, sensitifitas terhadap metalaxyl, virulensi, serta
sidik jari DNA nukleus (nuclear DNA fingerprint) dan sidik jari mitokondrial
(mitochondrial DNA fingerprint) menggunakan teknik Restriction Fragment Length
Polymorphism/RFLP.
Gambar 3. Phytophthora Infestan
Setelah dianalisis genotipik alloenzymenya menggunakan
enzim malat (Malic enzyme, Me) hasilnya menunjukkan nilai 90/90, dengan enzim
glukose fosfat isome-rase (glucose phosphate isomerase, Gpi) menunjukkan nilai
100/100, sedangkan dengan enzim peptidase (Pep) menunjukkan nilai 96/96.
Resistensi terhadap Senyawa Metalaxyl Di masa lalu, fungisida yang berbahan aktif
metalaxyl sangat efektif untuk mengendalikan penyakit busuk daun. Tetapi
penggunaannya yang berkepanjangan telah mengakibatkan munculnya strain
Phytophthora infestans yang resisten terhadap senyawa metalaxyl.
Pada umumnya, patogen ini berkembangbiak secara
aseksual. Cara ini dilakukan tanpa penggabungan sel kelamin betina dan sel
kelamin jantan, tetapi dengan pembentukan spora yaitu zoospora yang terdiri
dari masa protoplasma yang mempunyai bulu – bulu halus yang bisa bergetar dan
disebut cilia, tetapi dapat juga berkembangbiak secara seksual dengan oospora,
yaitu penggabugan dari gamet betina besar dan pasif dengan gamet jantan kecil
tapi aktif.
5. MENGATASI SERANGAN PENYAKIT
Mengatasi
serangan penyakit busuk daun bisa berarti mencegah tanaman kentang agar tidak
binasa oleh penyakit ini, atau bisa juga menekan serangan penyakit ini bila
terlanjur menjarah pertanaman kentang. Berikut ini cara yang tepat untuk mengatasi
serangan penyakit ini :
1) Pemilihan
Bibit
Umbi untuk bibit diambil dari tanaman yang sehat. Umbinya sendiri harus
sehat dan tidak cacat. Jika umbi yang digunakan sebagai bibit sudah sakit (tak
normal), jangan harap akan diperoleh tanaman yang sehat. Ciri umbi yang sehat
tampak segar, tidak busuk, kulitnya mulus, tidak ada bekas-bekas serangan hama
penyakit. Ukuran umbi untuk bibit lebih kurang yang beratnya 30gr.
2)
Sanitasi Lapangan
Bibit yang sehat belum menjamin tanaman akan terbebas dari penyakit ini,
bila kondisi lapangan tidak sehat. Oleh karena tiu, perlu diusahakan agar areal
tanaman terbebas dari sumber inokulan (penularan) cendawan P Infestans. Caranya
adalah dengan melakukan pembajakan, penggaruan, dan pemberaan untuk mematikan
atau memutuskan siklus hidup cendawan ganas ini.
3) Pengaturan
Jarak Tanam
Semakin rapat jarak tanam yang digunakan, diharapkan hasil yang diperoleh
semakin tinggi. Namun penggunaan jarak tanam yang rapat perlu mempertimbangkan
resiko serangan lodoh. Jarak tanam yang rapat akan menaikkan suhu dan
kelembaban, keadaan yang amat memungkinkan cendawan P investans berkembang.
Bila menggunakan bibit dari umbi ukuran biasa, jarak tanam yang ideal adalah 35
x 50 cm, sedangkan untuk umbi ukuran besar jarak tanamnya 50 x 80 cm.
4) Mencabut
dan membakar tanaman sakit
Bila pada suatu areal dijumpai tanaman kentang yang sakit, maka tanaman
yang sakit itu harus segera dibakar. Tindakan pemusnahan ini perlu dilakukan
agar spora cendawan tidak menyebar ke tanaman lain. Perlu diketahui bahwa spora
cendawan ini mudah sekali disebarkan oleh angin maupun percikan air hujan.
5) Penanaman
varietas kentang yang tahan.
Di antara varietas-varietas yang pernah ditanam di Indonesia, Bevelander,
Populair, Pofijit, dan Gloria kurang rentan ( Muller, 1939, van Hoof, 1950).
Seperti yang sudah diuraikan di depan, varietas-varietas yang di daerah beriklim
sedang mempunyai ketahanan tinggi, ternyata disini menjadi rentan ( vas Eek dan
Thung, 1950, Mooi et al., 1980).
Varietas-varietas yang dianjurkan karena tahan terhadap penyakit daun
adalah Cipanas, Donata, Thung 151 C, dan Rapan 106 ( Anon., 1984).
6)
Penyemprotan dengan fungisida
Penyemprotan fungisida dilakukan sebanyak 15 kali per musim tanam atau
4-5 hari sekali. Fungisida yang digunakan jangan hanya satu jenis, sebab
pemakaian fungisida satu jenis secara terus menerus akan menimbulkan sifat
resisten pada cendawan. Cara ini merupakan alternatif terakhir yang diterapkan
untuk menekan serangan penyakit. Sejak tahun 1970-an di antara fungisida
protektan (kontak) yang banyak dipakai adalah mankozeb, propineb, dan kaptafol,
dengan kadar 0,2-0,3% atau 2-3 kg/ha ( Anon., 1977), meskipun di samping
itudewasa ini terdapat banyak fungisida yang diizinkan untuk pengendalian Ph
infestans pada kentang (Anon., 2002).
Kerapnya penyemprotan tergantunga dari keadaan cuaca, setiap habis hujan
lebat penyemprotan diulangi. Pada suspense fungisida sebaiknya ditambahkan
pelekat. Sering diperlukan 6-7 kali penyemprotan untuk tiap pertanaman. Pada
usaha tani kentang kontribusi biaya pestisida berkisar antara 12-25% dari biaya
produksi (Rauf,1999).
Pemakaian fungisida kontak, misalnya mankozeb yang diikuti dengan
fungisida sistemik, misalnya metalaksil, secara bergilir memberikan hasil yang
baik ( Suryaningsih dan Suhardi, 1994). Di dalam pengendalian hama terpadu
(PHT) dewasa ini dianjurkan agar penyemprotanya dilakukan jika terdapat satu
bercak aktif per 10 tanaman sampel. Yang dimaksud dengan bercak aktif adalah
bercak Phytophthora segar yang membentuk banyak spora yang tampak seperti
tepung putih. Penyemprotan dilakukan dengan fungisida sistemik, misalnya
metalaksil, yang diikuti dengan tiga kali penyemprotan fungisida kontak yang
sudah diuraikan diatas (Duriat et al 1994).
7) BioSugih Tani
Seperti
telah dijelaskan diatas, penyakit lodoh yang disebabkan oleh sejenis cendawan
Phytophthora Infestans dapat menyebabkan seluruh kentang yang terserang menjadi
busuk, dan solusi yang ada saat itu hanyalah melakukan panen pada muda, yang
jelas saja hasilnya tidak akan maksimal, dan kemudian membakar tanaman kentang
yang terjangkit, dan pemberian fungisida kimiawi.
Selain
penggunaan bibit kentang yang 100% bebas dan tahan terhadap penyakit lodoh,
solusi diatas hanyalah solusi sesaat dan pada jangka panjang tidak efektif.
Sedangkan bibit kentang yang 100% tahan terhadap serangan lodoh masih sedang
dicari, kemudian bila pun ada jenis kentang yang tahan terhadap penyakit lodoh,
belum tentu jenis tersebut tahan terhadap penyakit akibat cendawan jenis lain,
sehingga masih diperlukan teknik pencegahannya. Alasan mengapa solusi diatas
kurang efektif a.l. adalah:
Saat ini ada
bibit kentang yang bebas penyakit. Bibit ini memang lebih tahan penyakit, namun
tidak 100% tahan, terbukti di lapangan masih banyak petani yang mengalami
kerugian akibat tanaman kentangnya terserang lodoh walaupun bibit yang
ditanamnya merupakan bibit bersertifikat.
Selain itu,
bila zat kimia anti-jamur (fungisida) digunakan, penggunaannya tidak efektif,
karena kita harus menjangkau semua tempat yang ditinggali sang cendawan, dan
setelah efek dari zat kimia fungisida itu habis, habis pula pertahanan kita.
Oleh karena
itu untuk mengatasi serangan cendawan, harus menggunakan sejenis makhluk hidup
pula, yang selama hidupnya ia membasmi cendawan Phytophthora Infestans. Makhluk
hidup berupa bakteri atau jamur/cendawan yang digunakan untuk membasmi bakteri
dan jamur penyakit biasa disebut "agen".Saat ini ada beberapa bakteri
dan jamur ("agen") yang berguna yang dapat digunakan untuk membasmi
si Phytophthora. Namun saat ini petani kesulitan untuk mendapatkannya, dan
efektivitasnya pun masih diragukan.
Berdasarkan
fakta diatas kita tahu bahwa suatu bakteri atau jamur (agen) yang dapat
memerangi penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur
setidaknya harus mempunyai kriteria sbb:
1. Lolos uji
lab, dan lolos uji lapangan. Sehingga keampuhan si agen terbukti di laboratorium,
dan terbukti nyata di lapangan.
2. Kualitas
sang agen selama dalam kemasan terjaga. Sehingga apa yang dibeli oleh petani
bukanlah "bangkai agen" tapi "agen sekuat James Bond".
3. Sang agen
harus kuat, dan mempunyai sistem pertahanan tubuh yang baik. Jangan sampai agen
yang kita utus untuk menjalankan misi penting terbunuh dengan mudah oleh
musuhnya.
4. Sang agen
harus bisa mendapatkan sumber makanan yang cocok dan baik baginya. Sebaiknya
makanan ini ada terdapat banyak di lingkungan, atau makanan tersebut disertakan
didalam kemasan sehingga ketika sang agen bangun dan menjalankan tugasnya, ia
mendapat makanan dengan mudah.
5. Dan harus
kita tambahkan: sang agen harus ramah lingkungan, dan kalau bisa, ia sangat
berguna bagi tanaman! Jangan sampai saat kita membasmi penyakit, kita membasmi
tanaman kita pula.
Dari
beberapa produk yang beredar dilapangan, kami mengambil kesimpulan, bahwa
BioSugih memenuhi semua persyaratan yang berlaku, diantaranya:
1.BioSugih
lolos dari uji lab, dan hasil serupa juga diperoleh di lapangan.
2.Formula
BioSugih yang lengkap dan stabil, menjamin bahwa apa yang menjadi kandungannya
adalah tetap konsisten, tidak berubah, walaupun selama puluhan, bahkan ratusan
tahun. Malah, layaknya 'anggur Perancis', semakin lama usia formula BioSugih,
semakin "enak" dan "bagus"-lah ia. Semua makhluk hidup
(bakteri dan jamur) yang terdapat dalam BioSugih berada dalam keadaan tidur
(dormant), dan menjadi aktif saat diaplikasikan.
3. Agen yang
terdapat didalam BioSugih adalah Gibrella, dalam jumlah yang sangat banyak.
Terbukti bahwa jika Gibrella 'diadukan' dengan jamur atau bakteri lain dan
beberapa virus sekalipun, ia dapat membasminya.
4. Di dalam
BioSugih terdapat asam amino dan mineral makro dan mikro yang seimbang, yang
dapat dikonsumsi oleh Gibrella dan jamur serta bakteri lain kapanpun
dibutuhkan. Gibrella juga dapat menggunakan produk hasil sintesis bakteri dan
zat organik lain sebagai bahan makanan.
5. Jamur dan
bakteri yang menjadi agen di dalam BioSugih adalah makhluk hidup yang aman bagi
lingkungan. Dan tidak hanya aman, tapi juga mampu membantu tanaman supaya
produksinya meningkat!
6. dan
sebagai tambahan, saya yakin bahwa produk lain juga ada bagusnya di satu sisi,
dan demikian juga produk lainnya, sehingga kita dapat saja mencampur mereka dan
mendapatkan hasil yang bagus. Tapi kita akan kesulitan untuk melakukan
'coba-coba' (trial and error) untuk mencari komposisi yang pas. Tidak seperti
BioSugih yang kandungannya lengkap, sehingga keuntungan yang kita peroleh
semakin berlipat.
Saat ini,
uji di laboratorium membuktikan bahwa Gibrella dapat membasmi bakteri dan jamur
penyebab penyakit secara luas, dan merupakan salah satu jamur yang kuat dalam
bertahan hidup.
Sedangkan
pemakaian dilapangan membuktikan bahwa BioSugih TANI membasmi penyakit
Phytophthora Infestans, sehingga BioSugih Tani adalah Pupuk Organik yang mampu
menghindarkan penyakit lodoh pada tanaman kentang. Dan tidak hanya itu, karena
Gibrella berguna untuk membasmi bakteri dan jamur secara luas, BioSugih TANI
pun secara efektif menghindarkan berbagai jenis tanaman pertanian dari berbagai
jenis penyakit yang diakibatkan oleh bakteri dan jamur.
6. PANEN
Umur panen pada
tanaman kentang berkisar antara 90-180 hari, tergantung varietas tanaman. Secara
fisik tanaman kentang sudah dapat dipanen jika daunnya telah berwarna kekuning kuningan
yang bukan disebabkan serangan penyakit; batang tanaman telah berwarna kekuningan
(agak mengering) dan kulit umbi akan lekat sekali dengan daging umbi, kulit tidak
cepat mengelupas bila digosok dengan jari.
E.
LANDASAN TEORI
Busuk daun
kentang (late blight) yang sering juga disebut sebagai ”hawar daun” adalah
penyakit yang terpenting pada tanaman kentang. Penyakit busuk daun kentang
disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans L, yang semula disebut Botrytis
infestans Mont.Miselium interseluler tidak bersekat, mempunyai banyak
houstorium. Konidiofor keluar dari mulut kulit, berkumpul 1-5, dengan
percabangan simpodial, mempunyai bengkakan yang khas. Konidium berbentuk buah
peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32. Konidium berkecambah secara tidak
langsung dengan membentuk hifa (benang) baru, atau secara tidak langsung dengan
membantuk spora kembara, konidium dapat juga disebut sebagai sporangium atau
zoosporangium. Cendawan ini dapat membentuk oospora meskipun agak jarang.
F.
HIPOTESIS
Dengan
melakukan pembakaran pada tanaman kentang yang terkena penyakit busuk
kemungkinan tanaman yang lain seutuhnya tidak terjangkit karena cendawan Phytophthora
infestans L terlalu ganas sehingga tidak semua mati karena dapat disebabkan
oleh cendawan dalam bentuk spora yang masih hidup.
G. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kerugian
masih tetap terjadi, yaitu tanaman kentang di panen muda, dan tanaman harus dibakar
/ dibinasakan.
2. Sumber
penyakit cendawan masih ada.Cendawan yang dibakar tidak semua mati, beberapa
dalam bentuk spora akan sempat terbang dan siap untuk menyerang lagi dalam
beberapa waktu.Dan jelas, cendawan tersebut yang banyak berada di bawah dan di
permukaan tanah tidak akan dapat diatasi, sehingga kemunculannya hanya menunggu
waktu.
3. Tanaman
disekitar lahan dan benda-benda lain yang biasa digunakan dalam kegiatan
pertanian pasti ditempeli oleh cendawan ini.
4. Bibit yang
tampak sehat tidak berarti bebas 100% dari penyakit ini, sebab dalam tingkatan
tertentu sebagai jamur, P infestans mempunyai masa-masa tidur dan tidak aktif,
sehingga sewaktu-waktu bisa terjangkit.
Saran
Harus menggunakan bibit yang
terbaik, perlakuan tanam yang terbaik, metoda tanam yang terbaik. Dan ditambah
dengan pupuk organik yang mampu mengemburkan lahan, meningkatkan produksi,
meringankan biaya, dan anti terhadap 99% penyakit akibat cendawan dan bakteri,
maka lengkaplah seluruh perjuangan kita untuk menjadikan pertanian kita menjadi
pertanian yang berhasil.Diantara
semakin hebatnya serangan penyakit akibat cendawan dan semakin mahalnya
pestisida dan fungisida, terdapat solusi mudah dan murah yaitu dengan
menggunakan pupuk BioSugih TANI sehingga produktivitas bertambah, dan petani
mendapatkan keuntungan lain yaitu terbebas dari serangan cendawan dan bakteri
penyebab penyakit.
Anonim.2007.teknis budaya kentang dalam upaya
meningkatkan produktivitas agrokomplek di Indonesia.[online].Diakses pada
tanggal 8 januari 2012 , Jambi.
Darussalam,faldrius.2012.One Response to Busuk daun kentang (late blight).[online].Diakses pada tanggal 8 januari 2012, Jambi.
Santosa
, SC.2004. Artikel:ANCAMAN BUSUK
DAUN PADA KENTANG,MENGATASI
PENYAKIT BUSUK DAUN PADA KENTANG,Penjelasan
dari SC Santosa.[online].Diakses pada
tanggal 8 januari 2012 , Jambi.
sangat membantu :D
BalasHapusmakasih dek
BalasHapushehe :)